Saat Ramadan, jelang waktu berbuka puasa, apa yang selalu ada di meja makan kantor kami adalah gorengan, lengkap dengan cabai rawit dan aneka kondimen lain, semisal kecap manis atau sambal kacang. Saya yakin, banyak kantor lain punya hidangan yang sama.
Kala tanggal tua mengulurkan tangan dan mengajak berkawan, mudah rasanya mencari pelampiasan. Di warung depan kantor kami, ada warung yang menjual Indomie dan, tentu saja, gorengan.
Di sana, gorengannya cukup layak diberi jempol dua. Ada pisang goreng yang dibuat dari pisang kepok, renyah dan tak lembek walau sudah dingin. Ada pula tahu isi dengan isian toge dan wortel yang malu-malu. Tak ketinggalan, ubi goreng yang manis.
Sepiring Indomie plus telur plus empat gorengan, tak bikin dompet menangis. Perut kenyang, dompet masih bisa menghela nafas lebih panjang.
Gorengan bisa dibilang sebagai salah satu kudapan favorit orang Indonesia. Bisa disantap kapan saja. Harganya murah meriah. Plus, beberapa jenis gorengan bisa disantap sebagai lauk.
Sebenarnya, gorengan bukanlah jenis makanan kemarin sore. Teknik menggoreng dengan minyak banyak sudah ada sejak lama. Dalam buku A History of Food (2008), teknik menggoreng dalam minyak banyak, alias deep frying, sudah dipakai sejak 1200 SM di Mesir.
Dari Mesir, teknik ini kemudian menyebar ke seluruh dunia. Sekarang, hampir seluruh negara punya jenis gorengan masing-masing. Ada tempura dari Jepang. Yang digoreng mulai dari terong, ubi, pisang, hingga udang.
Dari Korea ada twigim. Di Inggris, jenis masakan ‘nasional’ adalah kombo gorengan, yakni fish and chips. Ikan dibalur adonan tepung basah, kemudian digoreng hingga kuning keemasan, kemudian disajikan dengan kentang goreng.
Amerika Serikat punya banyak jenis gorengan, mulai kudapan seperti perkedel jagung dan kue kepiting, hingga daerah selatan yang amat membanggakan lauk khas mereka: ayam goreng.
Makanan ini kemudian menyebar pula ke seluruh dunia lewat bendera waralaba KFC. Jika merujuk pada Southern Provisions: The Creation and Revival of a Cuisine (2015), aneka ria gorengan di Amerika Serikat mulai populer sejak 1830.
Di Nusantara, jejak goreng-gorengan dibawa pendatang dari Cina. Mereka memang punya jasa amat besar bagi khazanah kuliner Nusantara.
Selain mengenalkan makanan seperti mi, bakso, atau tahu, para perantau ini turut mengenalkan teknik-teknik masak yang sebelumnya tak pernah dikenal di Nusantara.
Dalam Peranakan Tionghoa Dalam Kuliner Nusantara (2013), disebutkan bahwa teknik menumis (fan chao), misalkan, tak pernah dikenal oleh penduduk Nusantara. Teknik menggoreng dengan sedikit minyak, memakai api besar, dan diaduk, kemudian dikenal di dunia Barat sebagai stir fry.
Dalam seni memasak Cina, ada beberapa teknik menggoreng yang kemudian turut pula diadopsi oleh warga Nusantara. Mulai dari menggoreng dengan sedikit minyak (jian), juga menggoreng dalam banyak minyak (zha). Teknik zha ini yang kemudian menjadi dasar dari segala jenis gorengan di Indonesia.
Di Indonesia, ada banyak sekali gorengan yang dijual di pinggir jalan. Selain beraneka bentuk, namanya juga bisa berbeda untuk jenis gorengan yang sama. Ambil contoh: ote-ote.
Istilah ote-ote dikenal di kawasan Surabaya dan sekitarnya. Ada pula yang menyebutnya weci. Ini untuk menyebut adonan berbentuk cekung, dengan aneka macam isian, mulai dari wortel, tiram, daging ayam, hingga rumput laut. Salah satu produk paling terkenal adalah ote-ote Porong dari Sidoarjo. Isinya premium: rumput laut dan tiram.
Namun di kawasan Tapal Kuda, orang mengenal ote-ote dengan istilah unik: hongkong. Dari pengalaman saya bertanya ke sana-sini, tak ada yang bisa menjelaskan dengan jernih kenapa gorengan ini disebut hongkong.
Secara bentuk, hongkong jelas kembaran ote-ote. Yang dijual di pinggir jalan isiannya sederhana: toge dan wortel. Namun di Jember, ada hongkong dari toko roti Rotikoe yang sepertinya meniru ote-ote ala Porong.
Isinya; daging ayam, rumput laut, dan cacahan kucai. Karena ukurannya yang besar, makan satu rasanya sudah kenyang.
Ada juga contoh lain. Di tanah Priangan, orang mengenal bala-bala. Ini untuk menyebut gorengan adonan berisi sayur-mayur. Namun di daerah lain, termasuk Jakarta, orang mengenalnya sebagai bakwan.
Jika pergi ke daerah Jawa Timur, terutama Surabaya, bakwan adalah istilah untuk saudara kembar bakso —beda di takaran tepung dan kuah.
Gorengan adalah contoh kecil toleransi yang berhasil. Dari asal muasal, gorengan jelas berutang budi pada kebudayaan Mesir. Orang Nusantara juga menyerap pengaruh kebudayaan Cina lewat teknik menggoreng maupun menumis.
Perkara istilah pun demikian. Orang Jawa Timur yang datang ke Jakarta jelas bingung saat tahu bakwan adalah gorengan sayur mayur.
Namun mereka mustahil marah, apalagi mencak-mencak. Begitu pula orang Priangan yang paling banter cuma nggrundel mendengar bala-bala disebut sebagai bakwan.
Orang yang tak bisa makan gorengan karena alasan kesehatan, jelas tak akan memaksakan kawan maupun tolan untuk mengikuti jejaknya. Begitu pula sebaliknya. Mereka saling menghormati dan membiarkan pilihan masing-masing. Tak ada paksaan, nihil adu otot.
Maka, di tengah dunia yang perlahan jadi tak toleran ini, mungkin manusia perlu belajar jadi gorengan.
HALAMAN SELANJUTNYA:
How To Make Money Using an Udemy Online Teaching Course
A few decades ago, it was hard to find a good teacher. The only option that you had was to look for one in your area because the Internet was not available at that time. Nowadays, the internet has made it a lot easier to learn from the comfort of home. If you have been thinking of taking a certain course to hone your skills, we suggest that you check out Udemy. Let's find out how people make money on Udemy by launching courses through websites. Read on to know more.
What Is Udemy?
Basically, this platform brings both students and teachers together. As a matter of fact, Udemy is one of the top platforms for online courses. It offers a lot of free tools and support for instructors to develop courses and make money from them.
Udemy allows anyone to create a course and offer it to everyone across the globe through its platform. Nowadays, the platform has more than 15 million students from more than 190 countries. Moreover, it has courses in more than 80 languages.
Launching a Course
If you want to submit a course on Udemy, you may want to follow the steps below. We will talk about each step in detail so you can get started without any problem.
Sign up
First of all, you may want to go to the home page of Udemy and sign up for an account, which will cost you nothing. As soon as you have signed up, you can access tons of free as well as paid courses.
Course creation
After signing up, you can hit the "Teaching" button. The "Create a course" button will show up that you can press to create a course and become a tutor.
Udemy revenue model
For course creation, Udemy won't charge you any fee. On the other hand, for selling, you do have to consider the revenue model offered by the platform. Let's find out more about the revenue model.
Instructor promotion
After a lead generation, the entire revenue goes to the course instructor. For instance, if a lead is generated through the coupon code given by the course creator, the instructor will get the revenue.
Organic traffic
If the course buyer comes to the platform through organic traffic, 50% of the revenue will go to the course creator. And the rest will go to the website. So, there is a lot of money to be made even if you don't use other means to get the word about your courses.
Other revenue sharing model
This revenue sharing ratio can be between 25% and 97%. Actually, the ratio is based on the fact whether the customer comes to the platform via deals, ads or affiliates. So, based on these factors, the revenue can be more or less.
Resources for Udemy
Udemy helps you throughout the process. Whether you are going to create a course or you want to promote, the platform has resources for you. Udemy offers tons of free resources that help you make your course a success. As a matter of fact, the free resources on this platform are on the list of the best advantages of Udemy, as they help you make money from your course without too much struggle.
So, if you have been thinking of creating a course and publishing it on Udemy, we suggest that you take into account the advice given in this article. Just make sure your course is interesting and it can help your students learn new things. And that's all you need in order to sell your courses and make a lot of money.
0 Response to "Gorengan: Bentuk Kecintaan dan Toleransi Orang Indonesia"
Posting Komentar